Posted by candra
on 7:47:00 PM
Akhir-akhir ini, Aku merasa sendiri. Walaupun hari ini hari libur sekolah, aku tak merasa berlibur, yang ada hanya kesendirian. Aku merasa, lebih baik tak ada libur sekolah. Disekolah, aku merasa berlibur, karena terasa terhibur. Beramin dengan teman sekelas, belajar dan diskusi bersama, bercanda gurau bersama-sama. Aku rasa itu yang dinamakan berlibur, merasakan kebersamaan.
Aku memang terlahir dari orang biasa. Ayah pun tak punya, aku tak pernah melihatnya sejak kecil. Ibuku seorang pedagang di pasar. Aku tak pernah melihat ibuku sejak aku bangun tidur. Ibu berdagang dari pukul empat subuh sampai jam 12 pagi dan berdagang kembali dari jam lima sore sampe jam sembilan malam. Aku jarang mengobrol dengan ibu, karena saat aku pulang sekolah, ibuku sudah terlelap tidur, dan sebaliknya. Aku adalah anak sulung. Aku merasa, hanya di sekolah aku mempunyai keluarga. Sebenarnya aku iri dengan teman-temanku yang lain. Sepertinya mereka menikmati liburan sekolah ini. Mereka menikmati liburan dengan keluarganya masing-masing.
Saat libur sekolah seperti ini, sebenarnya aku ingin bantu-bantu ibu berjualan di pasar. Tapi, ibu melarangku. Ibu akan merasa repot kalau aku ada di pasar.
“Seorang anak perempuan tidak boleh berjualan, belum cukup umur! Kamu lebih baik belajar saja dulu,” kata ibu.
“Tapi kan Bu, Surti libur sekolah,” gumamku
“Sebaiknya kau kerjakan saja tugas liburanmu, atau kau beres-beres rumah saja.”
Akhirnya, aku hanya merasakan kesendirian dirumah. Disekeliling rumahku, sepertinya mereka alergi denganku dan ibuku. Mereka adalah orang-orang kaya. Melihat aku keluar rumah saja mereka langsung masuk dalam rumahnya masing-masing, bagaimana aku bisa bersama dengan mereka. Terkadang, saat aku melintas di depan mereka, mereka akan berbisik-bisik membicarakanku, dan melarang anak-anaknya untuk mendekati aku. Entah kenapa mereka seperti itu. Ada apa dengan aku? Sebetulnya aku ini manusia atau bukan? Memang, aku dan mereka terdapat perbedaan: mereka berpakaian mewah dan mengkilap, sedangkan aku hanya berpenamilan kumel dengan pakaian kusut. Tapi, apakah manusia itu dibedakan dengan kelas sosial?
Sekolahku memang cukup jauh, dan teman-teman sekolahku juga rumahnya jauh-jauh. Aku tidak bisa bermain dengan mereka. Sedangkan tetangga-tetanggaku tidak ada yang satu sekolah denganku. Mereka menyekolahkan anaknya di sekolah swasta, sekolah yang memiliki fasilitas yang lengkap dan penuh dengan teknologi modern. Aku tak mengerti, kenapa hidup itu seperti ini? Orang kaya main dengan orang kaya; sekolah dengan fasilitas yang lengkap hanya dimiliki orang kaya. Ini tidak adil!
Aku ingin sekali bertemu dan melihat ibuku sedang berdagang—sedang mencari uang. Aku rasa, aku sudah cukup berani untuk berpergian sendiri. Dan itu sudah aku lakukan sedari kecil.
Saat aku bangun tidur, seperti biasanya ibu sudah tidak ada dan yang ada hanya makanan untuku yang sudah dipersiapkan ibu sebelum pergi ke pasar. Dan seperti biasaya, ibu menulis pesan untukku di secarik kertas di pinggir makanan.
“Nak, jangan kau main jauh-jauh, dan jangan lupa kerjakan tugas liburanmu. Kalau memang sudah beres, kau baca-baca buku pelajaranmu saja. Tahun ini kau tak lagi mendapatkan rangking, belajarlah dengan sungguh-sungguh lagi.”
Hari ini aku melanggar perintah ibu. Tepat pukul sembilan, dengan naik becak aku menuju pasar untuk menemuinya. Sesampainya di pasar, bingung melandaku. Ini pertamakalinya aku ke pasar. Aku melihat ratusan orang sedang berbelanja. Puluhan pedagang menjajakan dagangannya di emperan jalan. Dengan payung-payung besar dan terpal berwarna-warni melindungi mereka dari sengatan mentari. Bau, becek dan berdesak-desakan aku terus mencari ibuku. Mataku mulai awas melirik-lirik dan memperhatikan setiap pedagang disamping kiri maupun kanan. Ya tuhan! Beginikah ibu setaip hari mencari uang?
Setiap langkahku melewati pedagang-pedagang di pasar tradisional ini, aku selalu ditawari pedagang dengan harap dagangannya dibeli. Terkadang, pedagang berteriak-teriak dengan kencang, membuat kaget aku. Begitulah, kalau ingin dagangannya cepat habis dibeli. Aku terus melangkah memperhatikan pedagang-pedagang, entah harus berjalan berapa lama lagi. Aku tak tahu tempat Ibu berjualan. Kulihat pedagang-pedagang, rata-rata Ibu-ibu dengan umur yang sudah cukup tua, ada juga yang nenek-nenek. Bukan! Ibuku masih cukup muda, belum tua. Tapi, tidak terlalu muda juga.
Aku diam, menghentikan langkahku. Dikeramaian pasar ini, kulihat dengan tajam kearah kanan. Seorang pedagang yang kelihatan masih muda sedang melayani pembeli. “Ibu!” gumamku. Sambil berlari, seraya ku sebut-sebut “Ibu..Ibu..Ibu,” hampir sampai di depannya, seruanku mengecil “Ibu..I..bu..” ternyata, dia bukanlah Ibuku. Aku merasa kecewa. Air mataku berlinang. Aku seka dengan telapak tangan. Aku diam sekali lagi, aku pertajam pendengaranku di keramaian pasar ini. Aku mendengar suara Ibu. Suara itu, suara sedang menawarkan dagangannya kepada pembeli. Aku palingkan muka kebelakang, “Ibu!” suaraku cukup nyaring. Orang-orang melihat padaku.
“Surti!” Ibu memanggilku setelah menoleh kearahku.
“Ibu!” seruku, dan berlari menemuinya.
“Kenapa kau kesini?” seru ibu saat aku mendekat.
Dikeramaian pasar itu, orang-orang memalingkan mukanya kearah kami berdua.
“Ibu sudah Bilang, kamu jangan kesini!” Ibu menggertak. Aku menghampirinya dengan memelankan langkahku.
“Ibu!” kataku.
“Sekarang kamu pulang, Cepat!” Ibu menggertak lagi.
“Aku kesepian, Bu.”
“Sudah, nanti Ibu pulang.”
“Aku ingin bantu-bantu Ibu berjualan.” Kataku, bersedu-sedu.
“Jangan! Lebih baik kamu pulang saja!”
“Tapi, Bu.”
“Cepat! Pulang!” Ibu menggertak dengan keras.
Pasar yang ramai ini berubah menjadi hening saat ibu menggertakku. Orang-orang melihati kami berdua. Aku berlari di keramaian pasar ini, meninggalkan ibu. Orang-orang menatapku. Sesekali aku seka air mata ini saat akan jatuh. Seketika pasar menjadi riuh kembali.
Saat sampai dirumah, Aku langsung masuk kamar. Aku tutup kedua mataku yang tak henti-hentinya mengeluarkan air mata ini dengan selimut. “Ibu...Ibu..I..bu,” kubersedu menyebut nama Ibu. Kuambil secarik kertas dan pena didalam tas. Aku mulai bercerita tentang: Aku, Ibu, Kesepian, Bermain, teman-teman, tetangga, dan semua yang Aku alami akhir-akhir ini. Aku harap, Ibu dapat membacanya kalau sudah pulang dari pasar. Aku harap, Ibu dapat memahami kesepianku ini.