Home » » Kembalilah Cahayaku!

Kembalilah Cahayaku!


“Ahahaha..., Kau ini, baru tahu aku kalau kau itu bisa merasakan kesepian,” kawanku tertawa. 

Bukan! Dia bukan kawanku. Tawaannya begitu memojokkanku. Kawanku tak seperti itu.
Aku tak suka orang tertawa di hadapanku, ini merupakan penghinaan terhadapku. Tertawa adalah senjata yang paling ampuh untuk melumpuhkan.

“Aku seperti itu karena aku pun manusia,” balasku yang masih dalam nuansa kekalutan.

Malam ini memang malam yang membuatku tak bergairah, seperti kata temanku, aku tak biasanya begini. Apakah aku sudah kalah. Tidak! Ini belum berakhir, hanya saja aku berada dalam masa kritis. Aku pun pulang dan tidur, ini pun bukan hal yang biasa aku lakukan. Aku terlihat seperti orang yang kalah, kalah dalam perlawananku.

Hal ini membuat pikiranku kacau-balau. Ini tak bisa dibiarkan begitu saja, harus ada perlawanan dan perencanaan ulang. Esok! Ya, esok! Harus menjadi kemenanganku. Semoga saja!

Harapanku terbuka saat peluang di jadikan senjata mematikan. Venus, sang bintang kejora hadir menemaniku di malam ini, mendamaikan perasaanku yang kini menjadi dingin. Dialah jawaban dari keresahanku. Aku dan sang bintang kejora bersama meraih kemenangan.
     
   “Kenapa hari ini kau pulang begitu cepat? Tidak seperti biasanya,” katanya.

Ya, seperti itulah pertanyaan-pertanyaan yang akan aku terima hari ini: Tidak seperti biasanya. Tapi aku indahkan saja pertanyaan-pertanyaan seperti itu.

     “Mungkin hari ini aku sedikit kacau.”
     “Kenapa?”
“Entahlah, tapi aku harap esok ada cahaya. Semoga, semoga, semoga saja.”
“Amin. Semoga, ya.”
“Esok kau mau kemana?”
“Esok hari, ya? Tidak kemana-mana. Memang kenapa?
“Maukah kau ikut bersamaku mencari cahaya?
“Baiklah, esok aku ikut bersamamu.”
Malam ini aku pun bisa tidur dengan impian hari esok. Dan tak sabar menunggu, Mendapatkan ca.ha..yaa...
***


Hari ini awan mendung, dan aku tak tahu harus berkata apa. Hujan turun perlahan.

     “Sepertinya, hari ini aku tak bisa ikut bersamamu.”
Aku cemburu kepada hujan. Dia tak memilih aku.

     “Tapi, kalau saja esok tak ada hujan, aku bisa ikut bersamamu, mencari cahaya,” lanjutnya.

Aku tak mengerti, mengapa hujan selalu saja mengalahkanku. Aku iri, sungguh! Tapi aku tak bisa berbuat apa-apa. Aku yang menyedihkan, lemah.

Dimanakah kau cahaya bersembunyi! Jangan kau bersembunyi di balik awan yang mendung. Aku inginkan kau, cahayaku.
Hari ini, sungguh seperti malam itu. Ketika harapan tak menjadi kenyataan. Kacau!

    “Bolehkah aku bertanya sesuatu?” bintang kejora, sang bintang fajar bertanya kepadaku.
     “Silahkan, kau mau tanyakan apa?”
     “Aku heran, kenapa kau mencari-cari cahaya?”
     “Cahaya? Kau tak tahu apa itu cahaya?”
     “Sungguh, aku tak tahu apa itu cahaya yang kau cari.”

Dalam hati aku menjawab,
    “Cahaya itu adalah kau. Kau, Venussang dewi cintacahaya kebahagiaan. Aku mencari-cari kau. Kau tak tahu kenapa pada malam itu aku pulang dahulu. Karena kau bersama dengannya.  Apa kau tak mengerti itu. Apakah aku harus mencari cahaya lain?”

     “Kenapa kau diam saja? Ada yang salah.”
     “Tidak, hanya saja aku...”
     “Baiklah, kalau kau tak mau menjawab, tak mengapa.”

                                 ***

Pagi ini, sang fajar bangun dari tidurnya, keluar perlahan dari persembunyiannya. Memancarkan cahaya, melukiskan langit yang berubah menjadi jingga. Hari yang cerah.

     “Hari ini kita jadi, kan. Mencari cahaya?” kata sang bintang fajar.
Aku tersenyum sejenak, teringat semalam. Kau, cahaya bahagiaku.
     “Siang ini, kita ke puncak, bagaimana?”
     “Baiklah, aku menunggumu menjemputku.”

Aku jemput cahayaku dan kubawa ke puncak yang tinggi. Merasakan angin yang berhembus diantara pohon-pohon tinggi. Aku ingin menari bersamanya diatas awan.

Sesampainya di puncak, kita duduk bersua. Menatap langit biru dan mega yang berarak.
    “Aku ingin mengajak kamu menari di atas awan,” aku mulai berkata.
     “Tidak, aku ingin terbang dan bertemu cahaya berkawan sinar.”
Aku tak bisa menerima kata-katanya, “Berkawan,” tidak! Tidak! Aku ingin lebih dari itu.
     “Tapi aku tak punya sayap.”
    “Seandainya kita punya sayap, aku ingin mempunyainya agar aku bisa melihat apa yang tak pernah dilihat, dan berfikir apa yang belum pernah dipikirkan. Sehingga, bisa mengerti apa yang tidak bisa di mengerti. Jika berdua berkawan, benda angkasa dan kabut putih; dan tetesan rahmat dari tuhan.”

Ya, tuhan. Apa yang dipikirkannya? Apakah dia tahu dengan kasihku. Dia mulai meraba perasaanku. Aku tak mau seperti itu, aku ingin lebih dari itu. Venus itu, tak mau dekat denganku. Dia memberi jarak yang jauh untuk berjumpa lagi denganku. Astaga! Dia hanya mengharapkan takdir darimu, ya tuhan.

Kembalilah cahayaku, jangan kau biarkan diriku ini hidup dalam gelap. Berikanlah sinarmu itu padaku, karena aku membutuhkanmu.

PENGETAHUAN

BERITA TERKINI