Home » » Selamatkan Anak Bangsa Dari Tindak Kekerasan Dalam Pendidikan

Selamatkan Anak Bangsa Dari Tindak Kekerasan Dalam Pendidikan


“Apabila dalam pendidikan mengajarkan penindasan, lebih baik pendidikan ditiadakan saja. Karena akan muncul penindas-penindas baru”

Banyaknya reaksi masyarakat di media sosial mengenai guru yang di hukum karena telah mencubit anak didiknya membuat resah hati dan pikiranku. Banyaknya yang pro terhadap guru yang telah mencubit membuatku gusar. Dalam kasus ini, aku dapat menakar masyarakat Indonesia khusunya guru atau pendidik bahwasanya masih banyak yang belum mengerti dan paham apa itu pendidikan dan hakikat pendidikan. Coba anda pikirkan, kekerasan dibenarkan dalam pendidikan, mendidiknya dari mana? Apakah pendidikan itu hanya belajar membaca, menulis, menghitung dan pengetahuan umum saja? Dan kemudian anak didiknya menjadi pintar dan berprestasi? Aku kira pendidikan tidak sesederhana itu.

Hal ini menjadi penting bagiku. Karena bagiku pendidikan menjadi patokan majunya sebuah bangsa dan negara. Indonesia merdeka karena munculnya anak bangsa yang sekolah baik di Hindia Belanda(Indonesia) maupun di luar negri dan mereka menyadari bahwa bangsa dan negaranya sedang dijajah. Maka mereka berjuang seperti presiden pertama kita, Soekarno, dan kaum intelektual lainnya untuk membebaskan negara Indonesia dari penjajah. Sekaya apapun sumber daya alam suatu negara, sebanyak apapun manusia di suatu negara, kalau tidak berpendidikan rakyatnya sudah pasti akan di jajah negara lain. Kekayaan alamnya dirampas, manusianya dijadikan budak. Maka dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa “Pendidikan adalah hak segala bangsa, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan prikemanusian dan prikeadilan.”

Pendidikan, Proses Pendidikan Dan Hakikat Pendidikan

Dalam kasus guru yang di hukum karena mencubit anak didiknya, seharusnya pendidik harus berpikir dan menyadari bahwa pendidik itu sedang mendidik binatang atau manusia? Apakah manusia itu?
Manusia merupakan mahluk hidup yang dianugerahi akal dan perasaan(hati nurani). Oleh karena itu, manusia merupakan mahluk yang sempurna dibandingkan dengan mahluk hidup lainnya. Namun, untuk mencapai kemanusiaannya, manusia perlu dididik melalui jalur formal maupun non formal. Karena lahirnya manusia ke dunia tidak langsung dapat berbicara dan melakukan hal lainnya, manusia perlu dididik untuk mencapai kemanusiaannya. Pada hakikatnya manusia merupakan mahluk yang dididik, dapat dididik dan mendidik sesamanya.

Manusia sudah dididik oleh orangtuanya mulai dari dalam rahim ibunya sampai kemudian lahir dan dapat berbicara, mengenalkan nama-nama disekitarnya dan melakukan hal yang dapat dilakukan sebagai manusia: memakai pakaian, makan dan minum, dll.

Kemudian kita harus bertanya: apa yang dilakukan sebagai pendidik dalam proses pendidikan peserta didik? Apakah dengan kekerasan? Lalu apa sebetulnya arti pendidikan? Apa hakikat dari pendidikan itu?
Tidak heran kalau kita sering mendengar bahwa siswa banyak yang tauran sampai bully. Wong Pendidiknya mendidik dengan kekerasan, kok. Perlu kita ketahui, bahwa proses pendidikan itu membentuk manusia. Seperti yang dikatakan John Dewey, bahwa “Pendidikan dapat dipahami sebagai sebuah upaya konservatif dan progresif dalam membentuk pendidikan sebagai formasi, sebagai rekapitulasi dan retrospeksi, dan sebagai rekonstruksi.” Ketika pendidik mengajarkan kekerasan, dan hal itu akan di ikuti oleh anak didiknya. Sangat mengerikan sekali, saudara-saudaraku. Apakah kita ingin anak kita dididik menjadi manusia seperti itu? Apakah kita rela anak kita tewas karena tauran akibat mendapatkan pendidikan yang tidak mendidik seperti ini?

Dan yang paling terpenting dalam proses pendidikan adalah pengembangan akhlak yang mulia. Ketika kekerasan melekat dalam akal dan pikiran kemudian hal itu digunakan dalam kehidupan, tauran dan pertikaian tak bisa dihindarkan. Dan hal itu merubah ahlak anak didik. Anak didik di ajarkan untuk tidak berperasaan terhadap sesama manusia. Dan hal itu sangat mengerikan, saudara-saudaraku. Anak kita dikembangkan menjadi monster dan tidak berprikemanusiaan. Anak kita diajarkan untuk menindas manusia, seperti penjajah yang menindas bangsa kita. Sesungguhnya, Hakikat pendidikan adalah memanusiakan manusia, Bukan menjadikan manusia diatas manusia.

Apa, mencubit adalah hal sepele dan bukan tindak kekerasan? Tindak kekerasan paling terkecil itu dari perkataan, seperti membentak dengan nada keras dan berkata kasar. Apalagi mencubit, itu sudah menjadi sebuah perbuatan fisik. Saudara-saudaraku, ternyata kita melupakan sesuatu, bahwa tetesan air dapat membuat hancur batu. Hal sepele itu akan menjadi sebuah tragedi bagi kehidupan anak kita, sungguh tragis sekali kalau anak kita hidup dan dididik seperti itu.

Selalu saja aku terpikir: kok ada guru sebagai pendidik melakukan kekerasan seperti itu? Apakah guru tidak punya kode etik guru? Dan ternyata ada, saudara-saudaraku(Baca: kode etik guru indonesia). Kode etik guru itu sudah ada dan sangat jelas sekali. Kemudian aku bertanya: apakah guru itu tidak tahu kode etik atau memang guru si pencubit itu mencubit karena gurunya dulu telah mencubitnya ketika sekolah. Aku pikir 99% guru itu tidak tahu. Dan aku pikir tidak mungkin kalau itu dari didikan dulu di sekolah, kalau ia, jangan sampai ada lagi pencubit-pencubit selanjutnya. Cukup sampai disini saja guru mencubit anak didik, cukup disini saja guru dihukum karena mencubit.

Kenapa, sih, harus sampai mencubit? Udah kaya orang pacaran aja: cubit-cubitan oooyyy, cubit-cubitan. Kenapa? Karena anak nakal dan tak bisa diatur atau tidak menuruti guru?
Apakah tidak ada metode lain? Atau disini saya menanyakan bagaimana pendekatan pendidik terhadap peserta didik yang bandel? Apakah pendidik tidak dididik bagaimana cara menanganinya? Kalau ia, berarti pendidik itu butuh didikan agar dapat mendidik peserta didik agar tidak membandel. Perlu diketahui, manusia diciptakan tidak sama semua sifat dan tingkah lakunya. Ada peserta didik yang mampu dengan cepat menyerap ilmu yang di ajarkan, adapula yang susah. Ada peserta didik yang gampang menuruti dan mudah dinasehati, ada pula yang susah. Apakah tidak menyadari hal itu? Dan aku bertanya kembali bagaimana menangani hal itu? Tidak bisa menangani? Lebih baik mundur menjadi seorang pendidik dari pada akan lahir pendidik-pendidik yang membenarkan kekerasan dan hal itu tidaklah mendidik.
Anak didik yang susah dididik itu adalah masalah. Pendidik seharusnya dapat mengatasi masalah itu. Sebagaimana orang yang sedang tersesat, pendidik dapat mengarahkan kejalan yang benar bukan menyesatkannya lagi.

Oleh karena itu, aku sangat kagum terhadap seorang pendidik. Bagaimana tidak, yang tadinya tidak tahu apa-apa, peserta didik menjadi tahu. Yang tadinya susah dinasehati, sampai akhirnya peserta didik itu mengerti akan nasehatnya. Tabah menghadapi dan menangani peserta didik dengan kasih sayang seperti kasih sayangnya kepada anaknya. Sungguh luar biasa. Aku sangat berterimakasih sekali kepada guru-guruku yang telah mendidikku seperti ini.
Akan tetapi, dalam kasus mencubit anak didik ini kita harus bertanya: kenapa orangtua sampai teganya melaporkan dan mengadu kepada kepolisian? Apakah pendidik tidak pernah ada komunikasi tengan orangtua murid? Seperti di dalam kode etik guru tentang hubungan pendidik dengan orangtua didik, bahwa pendidik harus melaporkan perkembangan peserta didiknya kepada orangtua didik. Atau ada komunikasi dan kerjasama antar pendidik dengan orangtua didik. Apakah lembaga pendidikannya hanya diam saja? Bagaimana peran lembaga pendidikannya?

Aku kira benar memang pendidik sekarang belum tahu bagaimana kode etik guru itu. Apakah anda tahu? Aku rasa kalian tidak mau tahu.

Dan yang paling terpenting adalah bagaimana pemerintah menyikapi hal ini? Karena pemerintahlah yang bertanggung jawab atas penyelenggaraan pendidikan. Bagaimanakah sistem dan kebijakan pendidikannya? Apakah dalam mencari para pendidik tidak melewati seleksi dan pelatihan dan pendidikan? Bagaimana kontrol lembaga pendidikan dan pemerintah agar jangan sampai hal ini terulang kembali? Apakah nanti ada bantuan uang lagi buat korban dari pemerintah?

Yang aku takutkan dari kasus ini adalah yang pertama, kalau sampai kekerasan dalam pendidikan ini dibenarkan, maka oknum pendidik akan sangat berani melakukan perbuatan yang semena-mena terhadap peserta didik. Bisa saja oknum guru tersebut melakukan tindakan kekerasan yang lebih dari pencubitan atau sampai pada pelecehan seksual. Dan orangtua bahkan peserta didik takut melapor lagi, Bisa-bisa nanti merek dibully di media sosial. Sungguh mengerikan sekali.

Yang kedua, kalau sampai kekerasan dalam pendidikan ini dibenarkan, maka akan muncul penindas-penindas baru. Mereka yang mendapatkan pendidikan kekerasan akan mempraktekan didikan itu, sehingga akan merubah ahlak dan moral atau bisa jadi ada lagi pendidik-pendidik yang masuk penjara karena membenarkan kekerasan. Dan hakikat daripada pendidikan akan berubah menjadi penindasan manusia.

Yang terakhir dan yang paling penting, bahwa dalam kasus ini akan dijadikan sebuah kepentingan bagi kelompok-kelompok penguasa. Perlu kita pahami apabila kekerasan ini dibenarkan dalam proses pendidikan maka hal ini akan membatasi kepada individu untuk melawan yang membatasi dirinya yang diatur oleh kekuatan ekonomi kelompok yang berkuasa.

Apa kita mau kembali lagi ke zaman orde baru? Dilarang melawan penindas? Kalau melawan dipenjara, diculik atau dibunuh. Atau apa kita tidak menyadari bahwa bangsa kita sedang menjadi incaran bangsa lain dengan memporakporandakan pendidikan. Agar pendidikan kita dibatasi untuk tidak dapat melawan penindasan dan membuat bangsa kita jadi bebal. Sehingga kekayaan alam kita dirampas dan rakyatnya menjadi budak. Sudahkah anda merasakannya?

PENGETAHUAN

BERITA TERKINI